Wednesday, June 22

Penari Bersayap

Penari Bersayap
Alunan sarune masih tengiang-ngiang di kepalaku, maklum saja suara itu hampir setiap hari kudengar, yang kemudian mengajak tubuhku mengikuti iramanya untuk membuat gerakan yang memiliki arti sendiri. Kaki sebagai dasar dari pekerjaanku ini, kalau tak ada kaki, tak bisa menari. Ya, aku seorang penari, penari tradisional Karo, mempelajari budaya melalui tarian daerah. Aku sangat menikmani kegiatan ini, setiap hari aku berlatih di sanggar milik daerah. Menari bersama penari-penari lainnya, ada laki-laki dan ada perempuan.
Rengga
“ Bangun…!!!” teriak Mima membangunkan Putri. Putri bergeming. “oyy..nak, gak kuliah kam?*kata Mima lagi. “ udah pukul berapa rupanya? Tanya Putri sedikit serak bangun tidur, ada lingkaran hitam dimatanya. “Masih pukul delapan memang” balas Mima santai. “what..jam delapan kam bilang? Balas putri kaget, kali ini volume suaranya melebihi suara lemari terjatuh. Semenit kemudian, dia sudah berada di kamar mandi kamar kos mereka. “Kam tahunya jadwal kuliah jam 8.30, berani-beraninya bangun sesiang ini” kata Mima lagi agak geli. “Makanya, sekali lagi alarmnya kam buatlah suaranya, biar gak telat bangunnya” kata mima menasehati. “ waaa..nanti aja ngomel-ngomelnya, rurrrrrrrrrrrruurrrrr” kata Putri setengah berteriak dari kamar mandi yang disusul kumur-kumurnya. “ Ambilkan handukku” lanjutnya lagi. Pagi yang sangat terburu-buru ini sudah menjadi makanan sehari-hari Putri Rengga, seperti dikejar-kejar waktu.
Pagi ini agak mendung, ada angin semilir agak kencang. Dari kejauhan jalan terlihat beberapa mahasiswa lalu lalang. Ada yang bergerombolan, ada juga yang sendirian. Dan yang sendirian itu adalah Putri, berjalan lunglai dari sebuah gedung. Dia pasti tak diberi izin masuk oleh dosen, mana ada dosen yang mengizinkan mahasiswanya terlambat hampir satu jam . Putri memutuskan langsung berangkat ke sanggar tari, rumah keduanya.
Kaki Putri agak pegal-pegal, semalam dia berlatih gerakan “kabang Kiung” sampai larut malam. Kali ini dia dipercayakan lagi membawakan tari Piso surit bersama lima orang temannya. Sudah dua bulan mereka berlatih, tetapi Putri beum sempurna mempelajai sebuah gerakan. Putri datang lima jam lebih awal dari jadwal latihan, yang artinya di sanggar belum ada orang yang berkegiatan di tempat itu. Putri memutuskan masuk kedalam ruangan berlatih gedung sanggar yang bernama “Rakutna Sitelu” itu. Dia memutuskan berlatih “kabang kiung” sendiri, agak susah mempelajari gerakan yang satu ini, karena memerlukan perasaan jenis tertentu dalam gerakan ini. Putri mulai menggerakkan tangan dan kakinya, dia berputar seperti gerakan burung elang lembut, badannya lembut, lemah gemulai, tetapi selalu saja dia mengulangi kesalahan yang sama, di pertengahan gerakan pasti kedua kakinya bertautan yang membuatnya langsung terjatuh.
“ Kam harus menganggap kam itu bersayap Rengga…” kata sebuah suara. Putri terkesiap, haya satu orang yang memanggilnya Rengga, dan orang itu tidak mungkin berada disini. Putri membalikkan tubuhnya, terdiam, dia tak percaya dia telah mendengar suara itu lagi dari bibir orang itu. Dia Patimar, penari seperti Putri, tetapi penari yang sudah berbeda. “ sesuatu yang bersayap lebih bebas menggerakkan kakinya.

Tika Anggreni
disaat rindu menari

Adeth Bulu

ADETH BULU
Namanya kubilang Adeth,supaya aku bisa mengolok-ngolok dia dengan sebutan Adeth bulu. Kuplesetkan asal-asalan untuk mengejeknya mirip ulat bulu. Dia cantik. Baru sepuluh hari aku pergi ,wajahnya makin kusam, mulai ada garis-garis keletihan. Padahal kami baru berumur 18 tahun. “Kemana saja kau Grae? sudah sepuluh hari tidak pulang, aku sudah capek mencarimu”,kata Adeth dengan getir. “Mencari uang’,sahutku pelan.”uang untuk apa?”dia bertanya,padahal dia sudah tahu jawabnya. Aku diam saja, sambil menyisir rambut ikalku yang sudah lama tidak dicuci. “Aku perlu uang untukmu Deth”kuucapkan dalam hati.
Kami telah tinggal bersama sepanjang hidup. Hidup bagiku mulai terasa semenjak sepuluh tahun yang lalu. Kami sama-sama dijual oleh orang penipu, kepada orang, orang yang tidak baik, orang yang suka bersilat lidah, orang yang mabuk, mabuk uang. Umur masih delapan tahun, masih bodoh matanya tapi sudah disuruh kerja dipasar. Pasar yang selalu ramai dikunjungi orang-orang, tapi bukan orang-orang yang peduli, karena sama-sama nasib. Tidak pernah sekolah,tapi tetap punya otak. Otak untuk apa? Ya,cari uang.
Kami tidur dan hidup dirumah kecil. Diujung pasar,di bekas kios buah yang tidak dipakai lagi,karena memang tidak layak dipakai. Kalau hujan pasti banjir, sehingga kami punya banyak gantungan paku untuk barang-barang rongsokan kami. Kami mencari uang, supaya bisa makan. Kalau sudah umur 18 tahun,kami diusir oleh orang mabuk uang yang dulu mengintimidasi hak anak-anak kami. Kata mereka, kami sudah terlalu tua untuk dikasihani orang. Dulu,kami disuruh jadi pengemis.
Adeth membangunkanku tengah malam.”Ada apa?sudah kubilang tempat ini tidak akan pernah dikunci? Siapa yang mau mencuri? Tidak ada apa-apa disini”;kukatakan pada Adeth dengan malas, karena sudah selalu kukatakan padanya. “eeehh..supaya aman Grae”katanya tersenyum.sudah kubilang tadi,dia cantik. “Kau sudah mandi? Adeth bertanya . “sudah”, kujawab sekenanya. “Tadi kubelikan sabun dan shampoo di kedai”.katanya lagi.”Besok akan kupakai”,agak menyesali jawabanku tadi,tentu saja Adeth tahu aku belum mandi.”Aku mau tidur ya Deth”,aku meminta izin.”Iya…tidak apa-apa”katanya.Lalu aku tertidur.
Pagi ini kuputuskan jadi biasa saja. “Adeth Bulu…aku sudah membeli sarapan,ayo kita bagi dua”Aku nyengir. “Wahh..tumben Kau membeli sarapan?yang enak pulak ini” kata Adeth tidak percaya. “Kan sudah kubilang,aku mencari uang selama sepuluh hari,banyak orang yang suka suaraku dipasar kota sebelah”,sahutku. “Jadi kau mengamen?”,kata Adeth sambil membuka bungkusan koran yang membungkus lontong sayur itu. “Ya,iyalah , aku tak mau terus-terusan menyusahkanmu teman “kataku lagi. “Aku cuma kerja di salon memang tapi itu cukup untuk kita berdua” kata Adeth sambil menyuapkan sesendok lontong. “Tapi, kau bukan mengurusi rambut dan wajah Adeth Bulu…” kataku,menatap dia makan. “Kau tak usah khawatir,ini pilihanku” kata Adeth,sebelum memasukkan lontong lagi. “ Tidak,aku akan menghentikanmu sebelum kau tambah sakit.”kusanggah ucapannya. “Coba saja kalau kau bisa, tapi aku tidak akan mencarimu lagi kalau kau pergi lagi…”sambungnya. Kulihat sedikit ketakutan dimatanya.
“Sembilan puluh ribu,seratus limpul semuanya”,aku sedikit berdecak dengan hasil ngamenku ini. Memangnya ada orang yang bisa mendapat uang sebanyak itu dalam sepuluh hari?kurasa hanya aku yang bisa,tidak apa-apa aku tidur di emperan toko, sudah biasa bagiku. Uang ini untuk membeli obat si Adeth,dia sakit. Tidak tahan dingin,tidak tahan panas,terus-terusan muntah-muntah,kadang kadang badannya ngilu. Ahh..aku pun tidak sanggup melihat sahabat seperjuanganku itu begitu, aku harus membawanya berobat. Nanti malam,sudah kusuruh dia pulang cepat dari salon malam ,supaya kami pergi kerumah sakit,memeriksakan penyakitnya itu. Ya,Adeth bekerja disalon malam sejak dua tahun yang lalu,siang hari dia mengemis bersamaku di pasar, malam hari dia di salon malam. Kalau aku, baik siang maupun malam,pasti begini-begini saja, kadang-kadang tidak mengganti dan tidak mencuci pakaianku, jarang menyisir rambutku yang lepek. Tapi Adeth beda, siang hari dia sama sepertiku, tetapi malam hari dia akan seperti biduanita. Aku bangga bersahabat dengannya dari dulu.
“Tadi pelangganmu ramai..”? tanyaku pada Adeth. “ Ramai,mereka semua ingin pelayanan ekstra.”katanya pelan. Sepertinya dia sangat lelah, kugandeng tangannya,seperti yang kuduga badannya lemas dan hangat. Entah apa yang dikerjakan si Adeth ini di salon itu,sehingga dia bisa seletih ini. Tubuhnya sudah lebih kurus,matanya agak redup,seperti terkantuk-kantuk. Aku mulai berpikir untuk membuntutinya besok malam,mana tau aku bisa melamar kerja di salon malam itu.
“ Adek selama ini kerja dimana?” Tanya dokter perempuan. “Di salon buk..”sahut Adeth.”Pernah disuntik?”tanyanya lagi. “Tidak.”jawab Adeth lagi. “sudah menikah?”. ”Belum” kata Adeth enteng. “Jadi dari mana kamu bisa terjangkit HIV?” dokter itu keheranan. Adeth lalu berlari keluar setelah mendengar pertanyaan dokter itu, ekspresinya terkejut. “Memangnya penyakit apa itu Dokter? Tanyaku penasaran. “Penyakit yang yang bisa menyerang sistem kekebalan tubuh secara drastis, kalau memang temanmu tadi tidak pernah terkena suntikan, kemungkinan besar ini didapatkan karena berganti-ganti pasangan”jelas dokter itu.”masih bisa sembuh kan dokter?”tanyaku.”Belum ada obat yang bisa menyembuhkannya sampai sekarang. Aku terdiam.
***
Tiga tahun lagi.
Adeth terbaring ditempat tidur,katanya badannya sakit sekali, ketika aku mau berangkat mengamen. Semenjak aku tahu Adeth ternyata bekerja untuk memuaskan nafsu om-om senang disalon malam, aku memarahinya dan menyuruhnya meninggalkan pekerjaan itu. Kalau dia terus-terusan bekerja,dia bisa terjangkit penyakit-penyakit lainnya. Dan aku tidak akan membiarkan sahabatku melakukan pekerjaan kotor itu. Lebih baik aku yang mengamen sampai larut malam,daripada dia bekerja sebagai kupu-kupu malam.
Kupandangi wajah pucatnya, matanya terbuka sedikit, kalau tidur matanya tidak pernah tertutup penuh.Bergoyang-goyang kedua bola matanya,tapi lemah. “Kau istirahat saja ya, aku akan cari uang hari ini,nanti malam kita kerumah sakit.”pesanku pada Oleth.”iya,,”katanya lirih. Kutapakai jalanan dipasar yang ramai,padahal masih subuh. Bermodalkan kerincingan dari tutup botol, aku ngamen dari satu tempat ketempat lainnya. Tapi entah mengapa semua orang sangat pelit hari ini. Aku hanya bisa mengumpulkan empat ribu lima ratus sampai dengan pukul enam petang. “ Dasar pelit” umpatku dalam hati, ketika suaraku sudah seperti mesin motor yang tak berminyak lagi,tapi tak ada juga yang mau memberiku uang.
Aku pulang dengan gontai, aku mulai berpikir untuk berutang pada rumah sakit ketika untuk mengobati Adeth. Dia sudah lama sakit,aku takut. Kutendang pelan pintu kios kecil kami,derit keras terdengar. Aku tersentak,darah mengalir dilantai. Adeth tergeletak dilantai,darah keluar dari bibirnya. Aku panik. Kupegangi badannya, dingin. Kupegang hidungnya,tidak ada nafas. Adeeeeethh, jangaaaannnnnnnnnnn!!!!! Aku meraung-raung seperti anak kecil,sahabatku itu mati.
Kata orang-orang dipasar, mayat Adeth dikuburkan di ujung pasar sana. Aku sudah 2 hari tidak sadarkan diri.seandainya aku punya uang, Adeth akan sembuh. Namaku Grae,itu kuingat ,esok,kuputuskan melamar ke salon malam.
Sore hari di awal maret TIKA ANGGRENI .P.
Np: adekku yg seorang duta hiv/aids bilang : Nampak kali kam ga tau apa2 soal hiv kak, mana mungkin langsung mati…
Aaaaaahhhhhhhhhh……itu kan dramatisasi ..ngeles hahahahaha