LIVZA
Dear Caft…
Ini bukan lagi masalah apa-apa…
Mengapa? Karena siapapun tiada lagi yang peduli
Karena apa Caft..? karena banyak yang menyangkal keberadaanku
Mereka tidak tahu yang mereka katakan Caft…
Mereka Cuma berguyon lepas tanpa pikir,
Mereka belum tahu mereka menyakiti hatiku…
Tapi aku akan selalu memaafkan mereka ,karena itulah kebahagiaan terbesarku
Yang jarang mereka tahu…
Afya..
Surat yang beralamatkan pada orang yang empunya nama Caft itu sekarang ada ditanganku . Tentu saja surat itu ada padaku sekarang , karena akulah Afya , Afya Livza , mahasiswi . Apa yang harus kulakukan pada surat ini ? mengirimnya ? untuk alamat tujuannya pun aku tidak tahu , kuremas lagi surat itu dengan telapak tanganku , hal yang sudah kulakukan berulang kali dalam eksistensi kehidupanku Aku tidak tahu dimana Caft .
Aku tersentak kaget menyadari bahwa aku sedang di sisi jalan raya sekarang , sekarang perhatianku benar – benar teralihkan dari surat untuk Caft . Sehingga sekarang kuputuskan untuk segera menunggu angkutan kota yang searah dengan tempat kos ku . Tidak lama untuk menunggu angkutan itu , karena banyak sekali angkutan kota yang berlalu – lalang di sini . Ternyata ada polisi , entah apa yang membuat angkutan yang hampir saja kunaiki itu tancap gas , mengeluarkan suara berdecit sedikit , dan asap dari knalpotnya mengepul di depanku . Butuh waktu sedetik untuk menyadari keadaan ini , polisi itu tetap bertugas biasa , mengatur lalu lintas di seberang jalan . Di belakangku , gadis – gadis mahasiswi masih saja cekikikan , mereka penyebabnya . Aku masih ingat , salah satu dari mereka tadi berteriak , seolah-olah baru saja tertabrak mobil , mengeluarkan suara yang melengking tinggi yang mengerikan .
Jantungku berdebar kencang , kurasakan darahku naik ke ubun –ubun berdesir sangat cepat . Kulit wajahku yang gelap pastilah sudah menjadi ungu sekarang . Betapa teganya mereka . Semua orang pastilah akan menjadi bingung jika aku melabrak mahasiswi – mahasiswi kecentilan itu , karena tidak ada yang merasakan , tidak ada yang mengerti . Supir itu sangat ketakutan .
Sesungguhnya mahasiwi-mahasiswi itu tidak sepenuhnya bersalah dalam hal ini , tapi aku mengerti apa yang dirasakan supir itu tadi . Mereka tidak melihat wajah tua supir itu tadi , deretan kerut kerut diwajahnya mengejang karena rasa takut yang begitu mendalam . Dalam gemuruh dan sesaknya dadaku menahan amarah yang mencuat , ditambah lagi bisingnya suara klakson kendaraan –kendaraan lain yang melintas , terlintas lagi di benakku wajah tua supir angkutan kota yang kendaraannya akan kunaiki tadi , ketakutan dan kecemasan , dia pasti sudah berpikir , dia sudah menabrak seseorang di belakang , karena mendengar jeritan mengerikan dari mahasiswi –mahasiswi genit , disimpang kampus ini .
. . .
Aku hanya mengetahui sedikit tentang Caft , yang kutahu saat ini dia berada di Paris , Perancis . Tidak tahu apa yang dikerjakannya disana , apakah dia baik – baik saja , bisakah dia makan tiga kali sehari seperti yang di dapatkannya di sini , atau malahan dia berlebih di negeri orang . Aku pun tidak tahu . Aku bahkan takut dia terjerumus ke ilmu seni yang tidak baik disana . Selain Sorbonne , yang kukenal saat membaca salah satu buku Andrea hirata , aku mengetahui satu tempat lagi di Perancis , Boulevard de clichy ,salah satu nama jalan di Perancis dengan pusat hiburan tarian telanjang . Hal itu kuketahui ketika membaca resensi buku karya Remy Silado . Tetapi mungkin , aku tidak boleh terlalu khawatir kepada abangku ini ,karena dia laki – laki . Tidak mungkin dia menjadi penari telanjang . Aku malah tersenyum geli menyikapi pemikiran tolol ku tadi .
Sudah pukul 23.05 , waktu yang sudah sangat wajar bagi seorang mahasiswi sepertiku untuk tidur . Tetapi aku masih saja tertegun di depan komputer butut di depanku . Komputer itu tidak menyala , dan itulah yang kulakukan sejak tadi , memandanginya dengan pikiranku yang jauh terbang melayang tentang Caft . Caft abang kembarku , Caft Livza . sudah dua tahun kami tidak pernah bertemu sejak aku diterima di salah satu perguruan tinggi negeri di provinsi ini .Salah satu universitas favorit di negara ini untuk pulau sumatera . Tetapi , entah mengapa aku merasa sangat gagal waktu itu ,kegagalan yang sangat kentara ditengah kemenanganku di perguruan tinggi negeri . Dua tahun adalah waktu yang sangat menderita untukku , dua tahun tanpa kabar tentang Caft , dua tahun tanpa merasakan kehangatan kasih Caft , dua tahun dengan merasakan jeritan batin kami yang selalu sama sebagai anak kembar , dua tahun untuk merasakan kepedihan kegagalan yang untuk Caft .
2 Agustus 2005 , Caft pergi meninggalkan aku . Hal yang tidak pernah dilakukannya sejak kami tinggal dipanti asuhan 20 tahun yang lalu . Aku gagal mempertahankan abangku , katanya dia akan berangkat ke Perancis . Tetapi mengapa? Aku juga tidak mengerti . Dia pasti sudah mempertimbangkan ini sejak awal , tidak mengikuti bimbingan belajar setelah kami lulus SMA , kapan dia mengurus paspor dan hal –hal lainnya pun aku tidak tahu . Kepergiannya sangat janggal , dan aku hanya menangis , tanpa bisa menghalangi niatnya , karena dia juga meninggalkan ku tepat di kamar kos ini , kamar yang sudah di lunasi olehnya selama 4 tahun , dengan fasilitas yang sudah cukup lengkap bagiku , dan di tambah seunit komputer . Aku pun tahu , dia sudah membayar uang kuliahku selama setahun pertama . Sekarang aku hanya sendiri , berusaha menjadi terbaik di kampus , mengandalkan beasiswa untuk mempertahankan diriku di kampus bergengsi ini . Bertumpuk – tumpuk sudah surat yang kusiapkan untuk Caft dan mungkin air mata ku sudah kering menangis , keika aku pun memutuskan untuk memikirkan diriku sendiri saja dulu .
Pagi ini sangat cerah , aku menyesal tidak pernah memikirkan Caft sebesar aku memikirkannya semalam , seandainya aku berpikir keras untuk mengharapkan nya pulang , mungkin aku sudah bersamanya sejak dulu ,tidak perlu merasa gagal sejak awal , kami memiliki hubungan batin yang seharusnya kusadari sejak dulu . Perasaan ku berkecamuk , ada kartu pos dari Caft , benar-benar dari caft , mengapa aku begitu yakin itu Caft? Karena aku telah memastikan bahwa tulisan tangan di kertas ini adalah dari Caft .Air mataku meluruh , abangku itu akan segera pulang , tetapi kartu pos yang di gunakannya untuk memberitahu jadwal kedatangannya itu sedikit pun tidak melambangkan sesuatu dari Perancis , tetapi Bali . Bali? aku bertanya – tanya dalam hati , apakah Caft sudah di Bali sekarang . Betapa gembira nya hatiku , ketika menyadari bahwa kau masih berada di satu Negara dengan saudaraku itu , abangku yang sangat kusayangi . Kartu itu menyatakan besok , 28 September 2007 , Dia akan kembali , kembali menjadi abangku yang setia mendampingi hidupku . Akan kulaporkan kelakuan mahasiswi – mahasiswi genit tempo hari , akan kulaporkan teman-teman yang selalu mengganggu ku karena cara berjalanku yang terseok –seok ,akan kulaporkan kejadian aku berjalan tersaruk – saruk ketika hujan turun sepulang dari kampus karena tidak ada yang menawariku payung , akan kulaporkan kesepianku selama ini , akan kulaporkan semuanya untuk Caft , semua pada Caft .
. . .
Aku tidak bisa berkata apa – apa lagi bagaimana aku mau mengatakan semua pada Caft dengan kondisi seperti sekarang . Bagaimana aku membicarakannya pada Caft dengan posisi seperti ini . Karena Caft tak mungkin mendengarnya lagi , karena Caft tidak mungkin membelaku lagi , karena Caft tidak mungkin memarahi orang – orang yang menghina kakiku yang cacat sejak lahir , karena Caft tidak mungkin lagi berlari menjemputku ketika hujan turun , karena Caft udah tidak bernyawa lagi sesampainya disini , karena caft telah terlalu banyak menelan obat – obat memuakkan , karena darah caft telah teracuni narkotika selama 2 tahun , karena tubuh Caft sudah penuh dengan bekas – bekas suntikan , karena caft abangku yang sangat kusayangi ini memilih untuk menunjukku sebagai adik yang telah gagal dua kali untuk menahan kepergian abangnya yang bahkan tidak dapat diperbaiki lagi .
Sekarang aku benar – benar sendiri , bahkan sebagai satu – satunya saudara yang mengantarkan Caft ke peristirahatannya yang terakhir . Tersaruk – saruk sendiri , menatapi kepergian petugas kepolisian , sambil kemudian mencari – cari sisa lahan yang kosong . Aku telah gagal , aku telah gagal , aku telah gagal . Aku beringsut ke pinggir jalan raya , mengamati kendaraan – kendaraan yang berlalu lalang di depanku dengan kecepatan tinggi . Aku masih sempat melihat wajah supir angkutan kota yang tempo hari mendapat simpatiku , sebelum berlari kencang kedepan angkutan umumnya itu dan kemudian suara berdecit di kepalaku …
Tika anggreni , 28 September 2009 . Gadis itu mengakhiri pembacaan cerpennya di depan dosen Bahasa Indonesia, Bapak Budjarman . Sebagian mahasiswa terkikik-kikik di belakang karena Pak Djarman ,begitu panggilannya , hampir saja tidak sanggup menahan tangisnya , matanya begitu pilu . “ Sudah selesai pak ..” kata Tika yang membacakan cerpen itu . “ Saya sudah boleh duduk Pak?” dia bertanya lagi . “ kisah siapa yang kamu angkat dalam cerpen kamu itu ?” Pak Djarman bertanya sambil memencet hidungnya sebentar . “ kisah salah satu mahasiswi disini dua tahun yang lalu Pak ” sahut Tika bingung . “ Kamu mengetahuinya dari mana ? ” Pak Djarman itu penasaran . “Sebagian hanya fiksi pak , tetapi bagian –bagian tertentu saya angkat kisah Kak Afya , dia kakak saya ketika dipanti asuhan dulu , ” jawab anak itu lagi . ” Apa benar dia sudah meninggal seperti yang kamu ceritakan itu ?” dosen itu bertanya lagi . “ Bang Caft memang sudah meninggal karena terpengaruh obat – obatan terlarang selama dia di Bali , tetapi kak Afya masih hidup hingga sekarang , dia tinggal di panti asuhan kami yang dulu , dia memang berusaha menabrakkan dirinya ke angkutan umum yang sedang melaju kencang , tetapai nalurinya masih berkata dia harus berjuang untuk hidupnya , karena baginya kegagalan bermakana terlalu menyedihkan ,dan dia berjuang untuk tidak akan menemukan kegagalan lagi ,dia bekerja dipanti asuhan kami sambil menunggu panggilan kerja lainnya ,setelah dia di wisuda dua bulan yang lalu .” kata Tika panjang lebar .
“ Syukurlah…”kata Pak Djarman lagi . “Mengapa tadi kamu begitu terburu – buru permisi keluar , saya tidak harus menghukum kamu dengan membacakan cerpen seperti ini jika kamu bisa bersabar sedikit saja..”kata Pak Djarman . “Karena cerpen ini akan diperlombakan Pak.dan batas pengirimannya adalah besok . ” ungkapnya bersedih . “ Pasti kantor pos sudah tutup sekarang .” Kata Tika sedih . “Aku sudah gagal sebelum bertanding .” sambungnya lagi lirih . “ cerpen ini sudah tidak berguna lagi , tidak ada yang akan menerima pesan yang terungkap didalamnya..” Tika melanjutkan .
“Maaf Nak …”kata dosen itu kemudian . “ Tetapi Bapak merasakan pesan itu , Bapak sangat berterima kasih dan meminta maaf karena telah menggagalkan rencana kamu untuk mengirimnya .” sesal Pak Djarman itu . “ Tetapi saya adalah Budjarman Livza , kedua anak kembarku di buang oleh ibunya yang memiliki gangguan jiwa ,”Kata Pak Djarman yang kemudian terisak .
. . .
“Terima kasih Tika…karena cerpen kamu sudah mempertemukan saya dengan Afya..” kata Pak Djarman sungguh – sungguh ketika berkunjung ke panti asuhan itu . tangannya mengenggam tangan Afya yang sedang tersenyum , senyum yang tidak pernah dilihat Tika sebelumnya . “ sama – sama pak , saya juga sudah mengirimnya ke salah satu media cetak di kota ini , dan lihat ini cerpennya sudah dimuat .” sahut Tika terkesan sendiri , sambil menunjukkan media cetak yang dimaksud . Dia gembira , kegagalannya untuk ikut lomba cerpen ternyata memberi arti yang sangat penting bagi Ayah dan anak yang sudah terpisah selama bertahun – tahun . Kegagalannya mengikuti lomba cerpen membuktikan keputusan afya benar , bahwa dia harus berjuang untuk tidak menemukan kegagalan lagi . Walaupun Tika tidak akan pernah berharap akan menemukan kegagalan lagi , tetepi sekarang dia mengerti bahwa kegagalannya saat ini , adalah kegagalan yang memiliki arti yang lebih dari sebuah kemenangan .